Oleh: Bert Toar Polii
Selama
mengikuti Kejurnas Bridge, diawali tahun 1974 di Magelang dan
selanjutnya tanpa henti sampai saat ini, salah satu nomor pertandingan yang
paling menarik sekaligus mencekam di Kejurnas Bridge, menurut penulis adalah
pertandingan Antar Gabungan. Menyebut tahun 1974, ternyata sudah cukup lama
penulis berkecimpung di dunia bridge apalagi kalau dihitung sejak penulis
mengenal permainan bridge di kampung asal penulis, Tondano. Tepatnya tahun 1970
atau 41 tahun yang lalu. Waktu itu, pemain bridge di Tondano bisa dihitung
dengan jari, jauh berbeda dengan sekarang, dimana sudah puluhan dan mungkin
ratusan pemain. Malah, Tondano merupakan salah satu sumber atlet berbakat.
Sebagai bukti, di Pelatnas Bridge Prima SEA Games 2011, dari 18 atlet, ada 6
atlet yang terdiri dari 3 putra dan 3 putri berasal dari Tondano. Di putri ada
Lusje Bojoh, Joice Tueje dan Irne Korengkeng, sementara di putra tampil Franky
Karwur, Tommy Rogi dan Octa Wohon. Belum lagi kalau saya juga dihitung, karena
menjadi pelatih J. Waduh mohon maaf sudah terlalu jauh bernostalgia dengan
kampung halaman. Mari kita kembali ke Kejuaraan Antar Gabungan.
Sejarah Antar Gabungan
Kejuaraan
bridge antar gabungan yang kita kenal saat ini, awalnya disebut Kejuaraan
Bridge Antar Kota. Kejuaraan ini merupakan ide dari Frans Logyantara,
seorang pengusaha otomotif Scorpio Motors, yang keranjingan main Bridge.
Kejuaraan
ini mulai dilaksanakan pada tahun 1965 di Jakarta, memperebutkan Scorpio Bowl. Pemilihan
nama ini barangkali terinspirasi dari Bermuda Bowl. Kejuaraan dunia
bridge yang prestisius. Namun setelah sempat diperebutkan dua kali,
kemudian diganti dengan Piala Presiden Soeharto. Tahun 1972, pada saat yang
sama sebutan Antar Kota dirubah menjadi Antar Gabungan.
Logo lama GABSI
Pada
mulanya, setiap regu terdiri dari kombinasi tiga tim empat-kawan dengan jumlah
pemain minimum 12 orang dan maksimum 18 orang. Oleh karena jumlah peserta makin
bertambah banyak, mulai tahun 1974 peserta dibagi dalam dua klasemen. Klasemen
A terdiri dari delapan Gabungan terbaik hasil Kejurnas sebelumnya, dan sisanya
di klasemen B. Tahun 1975, Sidang Pengda yang berlangsung di Banjarmasin,
menambah jumlah peserta Klasemen A menjadi 10 Gabungan. Kemudian berdasarkan
keputusan Kongres GABSI tahun 1980 di Baleendah, Bandung, sejak tahun 1982
setiap Tim Antar Gabungan terdiri dari kombinasi 2 tim empat-kawan, dan jumlah
peserta klasemen A menjadi 16 Gabungan.
1953
Logo Baru GABSI
Kejurnas
Antar Gabungan awalnya diselenggarakan setahun sekali dan berlangsung
sampai tahun 1980. Mulai tahun 1981 diadakan perubahan penyelenggaraan
tahun kejurnas. dimana pada tahun ganjil diadakan Kejurnas Antar
Perkumpulan dan pada tahun genap diselenggarakan Kejurnas Antar Gabungan. Hal
ini berakibat sejak tahun 1982 Kejurnas Antar Gabungan diadakan dua tahun
sekali karena pada tahun ganjil 1981 telah diselenggarakan Kejurnas Antar
Perkumpulan pertama di Malang.
Penyelenggaraan Kejurnas secara bergantian Antar Perkumpulan disusul Antar Gabungan, awalnya tidak membawa masalah dan berjalan lancar. Namun pada tahun 1996 berkat perjuangan tanpa kenal lelah dari para Pengurus Besar Gabsi, bridge kembali dipertandingkan di PON setelah dicoret pada PON 1989. Selain dipertandingkan kembali di PON, perubahan penyelengaraan PON dari tahun ganjil menjadi tahun genap membawa dampak yang luar biasa buat Kejurnas Bridge. Satu lagi masalah, KONI melarang induk organisasi peserta PON mengadakan Kejurnas pada tahun diselenggarakan PON.
Dampaknya, Kejurnas Antar Gabungan tidak terselengara pada tahun tahun 1996 dan 2000. Melihat perkembangan ini maka PB Gabsi kemudian merubah kembali penyelenggaraan Kejurnas, dimana tahun ganjil diadakan Kejurnas Antar Perkumpulan dan tahun genap diadakan Kejurnas Antar Gabungan. Model ini berlaku mulai tahun 2000, Kejurnas Antar Perkumpulan di 2001 dan Kejurnas Antar Gabungan baru diadakan tahun 2001 di Bandung setelah sebelumnya tahun 1998 di Mataram. Selanjutnya model ini bertahan sampai sekarang, malah Kejurnas bisa diselenggarakan setiap tahun akibat KONI mencabut larangan penyelenggaraan Kejurnas pada tahun diselenggarakan PON.
Berdasarkan keputusan Kongres Gabsi tahun 2010 di Batam, mulai tahun ini, peserta Antar Kabupaten/Kota dirubah menjadi hanya 1 tim atau 6 pemain dan sistim pertandingan juga berubah menjadi tidak ada Pool tapi seluruh tim akan bertanding setengah kompetisi. Selain itu tidak ada lagi pertandingan untuk menentukan peringkat karena tidak ada lagi pembagian pool serta duel untuk menentukan regu-regu yang kena degradasi. Karena dalam peraturan pertandingan yang dikeluarkan PB Gabsi dan Panpel, menyebut peringkat 11-16 otomatis kena degradasi.
Event ini boleh disebut salah satu event terunik didunia, karena setahu penulis tidak ada event yang sama diselenggarakan di belahan bumi yang lain.
Salah
satu alasan yang melatarbelakangi keputusan ini, karena kabupaten/kota akan
kesulitan untuk membiayai jika tetap harus mengirimkan dua tim. Tapi, apakah
setimpal dengan merubah turnamen terunik didunia menjadi turnamen biasa?
Pengalaman Penulis Mengikuti Antar Gabungan
Penulis
pertama kali mengikuti nomor ini pada Kejurnas Bridge tahun 1975 di Banjarmasin
mewakili Manado dan kemudian langsung keluar sebagai juara. Hal yang sama
berulang tahun berikutnya di Yogyakarta malah saya juga menjadi juara Patkawan
Terbuka. Berhubung tahun 1977 diselenggarakan Pekan Olahraga Nasional maka
Kejurnas Antar Gabungan tidak diadakan. Memang pada waktu itu, induk organisasi
olahraga dilarang menyelengarakan Kejurnas pada tahun diadakan Pekan Olahraga
Nasional.
Selanjutnya saya pindah ke Jakarta. Di Jakarta, saya sempat bermain untuk Gabungan Bridge Jakarta Pusat, Timur dan Selatan dan sekali pernah bertanding untuk Bekasi. Tapi, mungkin kurang beruntung sehingga sejak di Jakarta lebih banyak menjadi runner-up.
Kenapa
saya menyebut turnamen ini sangat mencekam diawal tulisan karena menurut
penulis, turnamen ini memiliki daya magis yang membuat para pemain begitu
mendambakan untuk ikut turnamen ini terutama yang berada di Klas A. Dulu, yang
merasa pemain top akan malu jika harus bertanding di klas B. Selain itu,
untuk menjadi anggota tim perlu jalan berliku karena ada sistim seleksi.
Sayangnya setelah ujung tombak pembinaan, yaitu klub mulai berguguran yang
membawa akibat Pengurus Gabungan Bridge juga ikut memble maka pembentukan tim
menjadi tidak semenarik dulu. Sekarang, rasanya tinggal satu atau dua gabungan
yang mengadakan seleksi untuk menetapkan tim yang kan berlaga mewakili
gabungan. Hal ini sangat terasa di Jakarta, penulis kurang mengetahui bagaimana
di daerah.
Event ini merupakan salah satu turnamen bridge terunik di dunia, karena diikuti dua patkawan dan mewakili kabupaten/kota atau dalam olahraga bridge disebut gabungan. Akibatnya ada fanatisme para pemain disini. Persaingan antar pemain dari Gabungan Bridge di Jakarta dan Gabungan Bridge di Sulut juga menjadi daya tarik tersendiri. Bahakan pernah hamper terjadi perkelahian antara official dan pemain di Kejurnas Makassar. Selain perebutan gelar juara, sisi lain yang menarik adalah sistim pertandingannya sendiri. Mungkin ini yang membuat ada daya tarik magis untuk para pemain agar tidak melewatkan event ini.
Semarang Gugurkan Dominasi Manado dan Jakarta
Pertarungan Antar Gabungan Klas A selama ini merupakan pertarungan paling bergengsi di Arena Kejurnas Bridge. Pertarungan yang memperebutkan Piala Presiden dan diselenggarakan dua tahun sekali, sebelumnya selalu di dominasi Manado dan Jakarta Pusat kecuali tahun 1967 oleh Surabaya, 1969 oleh Bandung dan tahun 1970 oleh Jakarta Selatan. Dominasi Manado (10 kali) dan Jakarta Pusat (7 kali) baru runtuh tahun 2005 saat kejurnas berlangsung di Manado. Di kandangnya sendiri malah Gabungan Bridge Manado (Gabmo) terpaksa menyerahkan mahkota juara kepada Gabungan Bridge Minahasa. Untung saja Piala Presiden masih bertahan di Sulawesi Utara sehingga kekecewaan para penggemar bridge di Manado sedikit terobati.
Keadaan berubah drastis ketika pada tahun 2007 di
Pekanbaru, tampil kekuatan baru Gabungan Bridge Semarang. Gabungan Bridge
Semarang yang baru saja promosi ke Kls A tahun 2005 di Manado tampil
mengejutkan di Pekanbaru, mereka tampil sebagai juara yang berarti merupakan
regu promosi pertama dari Klas B yang langsung keluar sebagai juara Klas
A. Semarang bukan saja meruntuhkan dominasi Jakarta dan Sulut di tahun 2007
tapi melanjutkan di tahun 2009 di Gorontalo. Apakah masih berlanjut di
Yogyakarta ini, mari kita lihat.
Usul Agar Turnamen Terunik Tetap Eksis
Menurut
saya, jika ingin tetap mempertahankan seperti ini, ada baiknya diadakan sedikit
modifikasi seperti ini :
Babak
penyisihan tetap 15 session kemudian 8 besar lolos ke babak quarter final dan
sekaligus bertahan di Klas A. 4 peringkat terbawa, otomatis gugur. Peringkat 9
bertarung melawan peringkat 12 demikian juga peringkat 10 bertarung dengan
peringkat 11. Pemenang otomatis lolos sedangkan yang kalah akan bertarung
dengan peringkat 5 dan 6 Klas B dimana pemenang akan menempati Klas A.
Turnamen terunik didunia dapat dipertahankan dengan menerapkan dua atau tiga patkawan untuk Kejurnas Antar Propinsi. Karena saat ini sudah ada 33 Propinsi maka mungkin perlu dibagi 3 Kelas dengan masing-masing Klas A, 10 Propinsi, Klas B, 10 Propinsi dan Klas C sisanya. Promosi degradasi tinggal diatur, apakah dua atau 3 regu yang akan terdegradasi sekaligus sistim pertandingan.
Komentar
Posting Komentar