Permainan dengan memakai kartu biasanya bersifat individual. Kalaupun
ada yang berpasangan, semisal remi buat Agustusan, itu sangat temporal dan
terbatas di llingkup yang sangat kecil. Bridge (Contract Bridge) dimainkan di
seluruh penjuru dunia, dari semua batasan usia dan oleh beragam strata sosial
dengan aturan dan etika baku yang sama. Seorang pemain bridge dapat
mengembangkan diri jika mendalami bridge dengan benar dan baik. Kepribadian
seseorang, secara psikologis, dapat dibentuk melalui permainan ini.
Penulis buku ESQ yang sangat terkenal sebagai bagian dari materi latihan
manajerial tingkat tinggi ( high level
management training ) menjelaskan
adanya beberapa hambatan dalam mengembangkan kecerdasan spiritual yakni:
1.
Prasangka (buruk)
atau suudzon
2.
Prinsip-prinsip
hidup (yang keliru arah)
3.
Pengalaman (traumatis)
4.
Kepentingan dan
prioritas (duniawi)
5.
Sudut pandang
(sempit)
6.
Pembanding (yang
tak adil), dan
7.
Literatur.
Seorang teman
anggota Komunitas Bridge Masuk Sekolah di Jejaring Sosial Facebook, Alfi Darmin
dari Lampung, memberi saya bahan untuk menyebarluaskan dan mengembangkan olahraga
melalui e mail. Materi utama yang sangat menarik perhatian saya adalah daya
analisisnya yang sangat tajam dan mendalam. Berikut buah pikiran Alfi Darwin
yang berkaitan dengan masalah kecerdasan yang diperlukan dalam bermain bridge:
Substansi olahraga bridge mampu
meningkatkan :
1.
Kecerdasan
Intelektual (IQ).
2.
Kecerdasan
Emosional (EQ).
3.
Kecerdasan
Spiritual (SQ).
4.
Kecerdasan
Komunikasi (CQ).
5.
Kecerdasan
lainnya (OQ).
Penjelasan masing-masing materi di atas akan coba saya lakukan secara
bertahap dan sederhana dengan merujuk pada buku ESQ yang disusun Ary Ginanjar
Agustian di atas.
Komentar
Posting Komentar