Bridge
atau lebih tepatnya Contract bridge bukan sekadar olahraga asah otak biasa. Bukan
pula sebuah permainan kartu, apalagi menjadi alat untuk berjudi. Banyak hal
istimewa yang ada dalam olahraga Bridge, terutama bagi pengembangan nilai-nilai
dasar kehidupan manusia jika dilakukan dengan benar dan baik. Karena bukan
cabang olahraga yang popular seperti sepakbola, beladiri dan cabang sejenis
yaitu catur. Untuk bermain, Bridge memerlukan banyak syarat dan ketentuan.
Diantaranya adalah harus dilakukan berpasangan, memahami etika membagi dan
menjalankan permainan serta terkait sejumlah aturan baku yang membuat olahraga
asah otak ini memberikan nilai lebih dibanding olahraga sejenis.
Sebagai
olahraga, sportivitas merupakan hal mendasar yang harus dipatuhi oleh semua
pelaku olahraga. Apapun jenis olehraga itu. Dan Bridge membawa nilai-nilai
keutamaan yang sangat bermanfaat bagi pengembangan diri manusia. Khususnya
menjaga suasana kemitraan (partnership) antar pemain/pasangan,
saling menghargai, mengedepankan analisis tertimbang dibanding naluri atau intuisi.
Membaca perilaku lawan dan menguatkan keyakinan diri. Semua nilai dasar dalam
olahraga Bridge sangat sesuai dengan pendekatan manajemen sumber daya manusia
mutakhir yang berbasis kecerdasan emosional dan spiritual (Emotional –
Spriritual Quotient - ESQ).
Pendekatan ESQ ini menjadi andalan dalam
menggapai Generasi Emas Indonesia 2020.
Bridge adalah
olahraga asah otak, rasa dan daya cipta( kreatifitas) serta daya juang tinggi.
Dari pengalaman selama menjadi atlet, pendamping atlet maupun pelatih lebih dari
30 tahun, saya menyimpulkan bahwa
kecerdasan otak (intellegent quotient – IQ) hanya mengambil porsi 8 – 20% dari
total olahraga Bridge. Sisanya yang sekitar 80 - 92% justru
didominasi oleh kecerdasan emosional dan spiritual. Meskipun demikian, banyak
warga masyarakat Indonesia yang belum mengetahui bahwa Bridge mengandung
nilai-nilai filosofis yang memadai bagi pengembangan integritas pribadi kita.
Nilai manfaat beraktivitas Bridge amat
jauh lebih banyak dibanding mudharatnya. Dalam tulisan berjudul ” Bridge
dan Revolusi Mental”, Ketua Umum
Pengurus Besar Gabungan Bridge Seluruh Indonesia (PB GABSI), Dr.dr., Ekawahyu
Kasih, MM, SH, MH., menyatakan bahwa salah satu cabang olahraga yang nyaris
sempurna dalam membentuk karakter unggulan bercirikan karakter seorang pemimpin
adalah Bridge. Seseorang akan dibentuk kepribadiannya antara lain:
1. Peningkatan
kecerdasan intelektual (IQ) dan mempertajam daya ingat.
2. Peningkatan
kecerdasan emosional di mana setiap pemain bridge memiliki kepekaan nurani,
empati dan kemitraan kepada teman/ pasangan.
3. Kemampuan
bekerjasama, setia, dan loyal kepada teman/pasangan karena olahraga ini adalah
berpasangan, bukan individual.
4. Meningkatkan
kecerdasan spiritual dan selalu menjunjung tinggi sportivitas, etika, sopan
santun (etiket) serta jujur dan tidak mudah putus asa.
5. Mampu
mengambil keputusan cepat, tepat, akurat dan benar berdasarkan analisis
tertimbang (probabilitas, matematikal, sistematik dan lain-lain).
6. Peningkatan
kecerdasan lainnya.
Olahraga
Bridge sangat sesuai diajarkan di sekolah mulai SD sampai perguruan tinggi.
Bridge dapat membentuk karakter atau mental unggul secara revolusional. Dengan
kata lain, Bridge adalah cabang olahraga yang sangat memenuhi syarat bagi
implementasi program Nawacita Presiden Joko Widodo yaitu Revolusi Mental.
(Sumber: Majalah Bridge Indonesia, Maret 2015, halaman 13).
Banyak
contoh yang menguatkan tulisan di atas. Pendiri dan petinggi perusahaan piranti
lunak dunia, Microsoft Inc., adalah penggemar berat olahraga Bridge. Sesekali,
beliau muncul dan berpartisipasi dalam ajang ringan secara virtual di situas
Bridge Base Online bersama masyarakat Bridge dunia. Demikian pula dengan pendiri
dan petinggi perusahaan publik PT. Djarum dan Polytron Kudus, M. Bambang
Hartono. Pak Bambang, panggilan akrabnya, adalah atlet nasional cabang olahraga
Bridge yang pernah meraih Juara III Dunia yang belajar serta bermain sejak usia
6 tahun sampai saat ini sekitar 80 tahun. Bill gates dan Bambang Hartono adalah
dua contoh betapa Bridge tak hanya mengeksplorasi kecederdasan otak. Tapi juga
relasi sosial, jiwa filantropi dan keunggulan pribadi berintegritas lainnya.
Penulis
memiliki pengalaman menarik tentang manfaat Bridge bagi pembelajaran materi
berhitung bagi anak usia dini. Ketika menghadapi situasi yang cukup kritis,
seorang peserta bimbingan belajar baca, tulis dan hitung yang masih berusia
dini (jelang 7 tahun, TK B) tengah
mengalami kebosanan belajar menulis dan menghitung dengan media konvensional
buku atau kertas. Penulis coba mengalihkan situasi itu dengan cara mengenalkan
cara hitung yang biasa dilakukan dalam Bridge. Yaitu menghitung nilai
konversi kartu (HCP/ High Cards Point): A = 4, K = 3, Q = 2 dan J = 1.
Ternyata, dalam 30 kali percobaan diperoleh hasil yang cukup mencengangkan.
Perhitungan jumlah sampai dengan 20 HCP dapat diselesaikan rata-rata kurang
dari 30 detik, 15 HCP < 15 detik dan nilai korversi kartu sampai 10HCP <
10 detik. Hasil observasi ini menguatkan pemahaman penulis tentang kemanfaatan
Bridge bagi pendidikan anak usia dini.
Melalui
pendekatan ESQ yang digagas pengasuh acara Generasi Emas di TVRI, Dr.(HC) Ary
Ginanjar Agustian, penulis setidaknya mendapatkan dua manfaat yaitu
menghadirkan cara alternatif bagi proses membimbing belajar baca-tulis dan
hitung dan media/ metode pelatihan Bridge bagi anak usia dini. Hal ini selaras
dengan Program Bridge Masuk Sekolah (BMS) yang telah digulirkan oleh PB GABSI
sejak tahun 2002. Bahkan sangat mungkin akan menguatkan pendekatan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) yang sekarang sedang digiatkan oleh KONI
dalam upaya meningkatkan kualitas pembinaan olahraga, khususnya di Kabupaten
Kebumen.
Dengan
pendekatan ESQ dan keunggulan Bridge dalam pembentukan serta pengembangan karakter, menggiatkan Bridge sebagai cabang
olahraga rekreasi, permainan maupun prestasi tak hanya menguatkan upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di era digital ini. Juga
akan membawa manfaat bagi masyarakat umum, sekaligus menepis anggapan keliru
tentang Bridge menggunakan media kartu sebagai alat yang mengarah
perjudian. Mengutip ungkapan umum bahwa kejahatan, khususnya perjudian, terjadi
karena ada niat dan kesempatan untuk melakukannya. Ketika niat dapat direduksi
secara maksimal dengan etika, sistem dan pendekatan teoritik yang merupakan hal
mendasar dalam Bridge. Kesempatan juga dapat dikendalikan dengan pendekatan
analitikal dan penguatan etiket (sopan santun), maka dua
potensi kejahatan tersebut dapat dieleminiasi sampai dengan tingkat yang sangat
minimal. Artinya, Bridge apabila dilakukan dengan benar sesuai teori, kaidah,
tata cara dan etika yang benar, maka pelakunya akan mengedepankan sikap yang
benar dan baik secara manusiawi ( mematuhi
aturan hukum negara maupun agama).
Paparan singkat di atas
diharapkan dapat memberi pencerahan tentang nilai manfaat Bridge jauh lebih
besar dari pada mudharatnya bagi kehidupan manusia secara umum. Khususnya
pelaku olahraga dan pengambil keputusan politik keolahragaan dari pusat sampai
daerah. Semoga kemanfaatan Bridge tidak hanya bagi pelaku (penggemar, atlet,
pelatih dan pengurus cabang olahraga), tetapi juga bagi masyarakat umum.
Komentar
Posting Komentar